Isi Hati Seorang Ibu untuk Anaknya

Assalamu’alaikum,wr.wb

Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta’ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…

 

Wahai anakku,

Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…

 

Wahai anakku!

Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.

 

Wahai anakku!

25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi…

 

Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.

 

Aku mengandungmu, wahai anakku!

Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu gembira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.

 

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan.

 

Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air ke kerongkonganku.

 

Wahai anakku…

telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu.

 

Harapanku pada setiap harinya, agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku!

 

Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.

 

Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.

Semakin dekat hari perkimpoianmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.

 

Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkimpoian itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

 

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang.

 

Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.

 

Anakku…

ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.

 

Dan Ibu memohon kepadamu, Nak!

Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu!!

 

Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

 

Anakku,

telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.

 

Sekiranya engakau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu… Mana balas budimu, nak!?

 

Mana balasan baikmu!

Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta’ala telah berfirman, “Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!” (QS. Ar Rahman: 60) Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!

 

Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku.

 

Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?! Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?

 

Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantumu . Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang layak untukku wahai anakku!

 

Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik.

 

Wahai anakku!!

Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.

 

Wahai anakku!

Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki supel, dermawan, dan berbudi.

 

Anakku…

Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!

 

Wahai anakku,

ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits: “Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!” (HR. Ahmad)

 

Anakku.

Aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah.

 

Akan tetapi, anakku!

Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya”, aku berkata: “Kemudian apa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Berbakti kepada kedua orang tua”, dan aku berkata: “Kemudian, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”, lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (Muttafaqun ‘alaih)

 

Wahai anakku!!

Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas.

 

Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?

 

Anakku,

yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: “Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang”, dikatakan, “Siapa dia,wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab, “Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga”. (HR. Muslim)

 

Anakku…

Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada dokter yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.

 

Bangunlah Nak!

Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil amal… “Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.

 

Wahai anakku,

bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.

 

Wassalam,

Ibumu

Kenapa Hari-hari Kita Jadi Buruk dan Malas???

“Apabila kalian tidur, syetan mengikat tengkuk kalian dengan tiga ikatan. Dia menguatkan setiap ikatan seraya berkata, `kamu masih punya malam yang panjang, tidurlah.’ Apabila orang itu bangun lalu berdzikir pada Allah, terlepaslah satu ikatan. Jika ia berwudhu, lepaslah ikatan kedua. Jika ia shalat, lepaslah ikatan ketiga. Ia pun menjadi bersemangat dan tenang. Jika tidak seperti itu niscaya jiwanya buruk dan malas.” (HR. Bukhari)

للهم إنى أعوذ بك من الهم والحزن.. وأعوذ بك من العجز والكسل وأعوذ بك الجبن والبخل وأعوذ بك غلبة الدين وقهر الرجال

Pengakuan pastor dan pendeta Romawi setelah ke kalahan mereka dalam perang Yarmuk

Di akhir ke khalifahan Abu Bakar Siddiq tahun 13 hijriah, beliau mengutus sepasukan besar kaum muslimin di bawah komando Jenderal Agung Khalid bin Walid untuk berperang dengan bangsa Romawi. Singkat cerita, 30.000 pasukan Khalid bin Walid dengan persenjataan dan kekuatan yang jauh di bawah kekuatan musuh dapat meluluh lantakkan pasukan yang 8 kali lebih besar. 240.000 pasukan Romawi bertekuk lutut di bawah kaki pasukan Islam di daerah Yarmuk, dekat Gaza sekarang. Hampir separohnya tewas. Mayat bergelimpangan di sana-sini.

Ketika para pendeta yang menjadi rohaniawan waktu perperangan kembali kepada Kaisar, terjadilah dialog di antara mereka:

Kaisar: Coba ceritakan kepadaku tentang bangsa yang telah kalian perangi. Bukankah mereka itu manusia juga seperti kalian?

Pendeta: Benar.

Kaisar: Apakah jumlah kalian lebih besar atau mereka?

Pendeta: Justru kami lebih besar dan hebat dari segala hal.

Kaisar: Lalu kenapa kalian bisa kalah, hancur lebur begini?

Seorang pastor terbesar di antara mereka menjawab: Karena mereka bangun untuk shalat di malam hari, puasa di siang hari, selalu menepati janji, saling mengingatkan supaya melakukan hal yang makruf dan meninggalkan yang mungkar, dan mereka saling peduli sesama mereka.

Sementara kita, minum khamar sampai mabuk, berzina, melakukan segala yang haram, selalu menginkari janji, saling marah-marahan, menzalimi orang lain, menyokong orang melakukan hal yang dilarang dan melarang melakukan hal yang diperintahkan Allah dan kita berbuat kebinasaan dipermukaan bumi.

Kaisar: Kamu benar.

Beginilah!!!

Orang kafirpun mengakui bahwa ketaatan kepada Allah dan berbuat kebaikan dalam segala hal akan mendatangkan kemenangan.

Dan kedurhakaan kepada Allah disertai perbuatan binasa di atas permukaan bumi akan mendatangkan kekalahan.

Makanya jangan pesimis untuk menang bila kita selalu mengusahakan kebaikan, sekalipun lemah dari segala dukungan materi. Sebaliknya, jangan harap akan menang bila kezaliman mengikuti aktifitas kita sekalipun seluruh kekayaan dunia ada di bawah telapak kaki kita, bisa dipergunakan sekehendak hati.

(Al Bidayah wa An Nihayah jilid 7 hal 17 cet. Darul Hadits)

Jangan zalimi orang lain walaupun hanya dengan satu kata

Seseorang mengisahkan: Aku melihat seorang laki-laki yang tangannya buntung sampai lengan berteriak, ia berkata: “Siapa yang telah melihatku jangan sekali-kali menzalimi orang lain”.

Aku mendekatinya dan bertanya: Wahai saudara, apa yang sudah terjadi? Kenapa anda sampai seperti ini?

Ia berkata: Saudara, kisahku sangat aneh. Dulu aku salah seorang pembantu orang zalim. Suatu hari aku melihat seorang nelayan menangkap seekor ikan besar yang membuatku tertarik. Aku mendatanginya sambil berkata: Berikan kepadaku ikan itu!!!

Ia menjawab: Aku tidak akan memberikannya kepadamu. Aku akan menjualnya supaya aku mendapatkan uang pembeli makanan buat keluargaku.

Lalu aku memukulnya dan mengambil ikan itu darinya dengan paksa, kemudian aku berlalu.

Ketika aku berjalan dengan membawa ikan, tiba-tiba ikan itu menggigit jari kelingkingku dengan gigitan yang sangat kuat. Tatkala aku sampai di rumah, aku melemparkannya dari tanganku…tiba-tiba lagi ia menggelepar dan mengenai kelingkingku. Hal itu membuatku kesakitan dan merasa pedih luar biasa sampai aku tidak bisa tidur saking sakit, pedih dan nyerinya.

Di pagi harinya aku pergi ke dokter dan mengadukan kepadanya rasa pedih yang ku rasakan.

Dokter berkata: Ini awal dari infeksi. Kelingkingmu harus segera diamputasi, kalau tidak ia akan menjalar ke seluruh tangan.

Akupun merelakan kelingkingku diamputasi. Setelah itu rasa sakit bekas pemotongannya berimbas ke tanganku. Aku tidak bisa tidur dan tenang karena menahan sakit.

Dokter menasehati lagi supaya pergelangan tanganku diamputasi. Aku terpaksa merelakan telapak tanganku diamputasi. Namun sayangnya sakitnya meningkat lagi membuatku lebih tersiksa sampai aku merintih-rintih kesakitan.

Aku dinasehati lagi untuk mengamputasi sampai siku. Akupun mengamputasinya. Tapi tetap sakitnya menjalar sampai kelengan. Kali ini sakitnya jauh lebih dahsyad dari sebelumnya.

Dokter menyarankan lagi supaya tanganku diamputasi sampai ke lengan. Kalau tidak sakitnya akan menjalar keseluruh tubuh. Akupun mengamputasinya.

Setelah lenganku terpotong barulah seseorang bertanya kepadaku: “Apa penyebab derita yang anda rasakan?”

Ketika itu aku menceritakan tentang ikan. Lalu ia berkata: Andaikan kamu langsung kembali kepada pemilik ikan di awal kamu merasakan pedih dan kamu minta dihalalkannya serta minta keredhaannya pasti kamu tidak perlu mengamputasi anggota tubuhmu satu persatu sampai seperti ini.

Ia melanjutkan cerita: Semenjak itu aku berusaha keras mencari nelayan itu di kampung sampai aku menemukannya. Ketika aku menemukannya aku tersungkur di hadapannya. Aku menciumi kakinya sambil menangis.

Aku berkata kepadanya: Tuanku, aku memohon atas nama Allah supaya anda memaafkan ku.

Ia berkata: Siapakah anda ini?

Aku menjawab: Aku adalah orang yang telah merampok ikanmu, dan aku menceritakan semua yang sudah terjadi dengan diriku. Ia pun menangis ketika melihat penderitaanku.

Ia berkata: Wahai saudaraku, aku halalkan ikan itu ketika aku melihat bencana ini menimpamu.

Aku bertanya: Tuanku, apakah anda telah mendo’akanku ketika aku merampok ikan itu darimu?

Ia berkata: Ia, aku berdo’a begini: Ya Allah, orang ini telah Engkau beri kekuatan di atas kelemahanku untuk merampas rezeki yang telah Engkau berikan kepada hamba. Maka perlihatkanlah kepadaku kekuasaanmu pada dirinya.

Aku berkata: Sekarang Allah sudah memperlihatkan kekuasannya pada diriku dan aku bertaubat kepada Allah atas segala perbuatan ku membantu orang zalim selama ini. Aku tidak akan kembali lagi sebagai pembantu mereka selama aku hidup, insyaallah.

اللهم عافنا واعفو عنا

25 ORANG YANG TIDAK MUNGKIN MENEMUKAN KEDAMAIAN DAN KEBAHAGIAAN:

1. Orang yang ingin kaya, tapi malas belajar dan menghindari pekerjaan.

2. Orang yang seleranya tinggi, tapi semangat kerjanya rendah.

3. Orang yang impiannya besar, tapi keberaniannya kecil.

4. Orang yang ingin berubah menjadi lebih baik, tapi suka membantah dan mencemooh nasihat.

5. Orang yang ingin keren dan beken, tapi kamseupay-nya norak, bukan yang lugu dan lucu.

6. Orang yang ingin dicintai, tapi kasar dan tidak peka terhadap perasaan orang lain.

7. Orang yang ingin dipercaya, tapi tidak jujur.

8. Orang yang ingin dipilih oleh belahan jiwa yang berkelas, tapi sikap dan perilakunya murahan.

9. Orang yang iri dengan keberhasilan orang lain, dan bersikap memusuhi orang yang lebih pandai, lebih berhasil, atau yang lebih berbahagia.

10. Orang yang ingin sehat dan panjang umur, tapi menikmati kebiasaan buruk yang merusak kesehatan tubuh dan jiwa.

11. Orang yang ingin dijatuh-cintai, tapi tidak memperhatikan keindahan tutur dan pribadinya.

12. Orang yang ingin move on, tapi masih hang on.

13. Orang yang ingin melepaskan diri dari cinta yang palsu, tapi tidak bisa berlaku tegas karena alasan yang stupeod (stupid, tulul).

14. Orang yang ingin berhati damai, tapi suka mengulangi rasa sakit hati dan mengkhayalkan balas dendam.

15. Orang yang ingin diterima apa adanya, tapi banyak maunya.

16. Orang yang tidak percaya diri jika tidak memiliki barang bagus dan bermerk, atau jika tidak tampil bling-bling dan mewah.

17. Orang yang berkeluarga yang harus tumbuh dengan sejahtera, tapi membenci uang.

18. Orang yang salih secara pribadi, tapi tidak salih secara sosial.

19. Orang yang ingin disegani, bernama harum dan dikenal luas, tapi suka mengecilkan, bertengkar dan bermusuhan dengan orang lain.

20. Orang yang ingin sepenuhnya berserah kepada Tuhan, tapi masih sibuk mengatur apa yang akan dilakukan oleh Tuhan untuknya.

21. Orang yang memaafkan, tapi meminta Tuhan untuk membalas dengan setimpal.

22. Orang yang ingin berderma, tapi tidak ikhlas jika tidak diketahui bahwa dia yang menyumbang.

23. Orang yang menikah, tapi tidak menikmati kebersamaan.

24. Orang yang menuntut orang lain melakukan yang tidak dilakukannya.

25. Orang yang jauh dari Tuhan.

Yang nomor berapa yang paling berkesan bagi Anda?

Semoga daftar di atas  masih ada tambahannya lagi, mudah-mudahan dapat memberikan gambaran tentang sikap dan sifat yang harus kita jauhi

sebaik-baiknya pergaulan dengan sesama manusia

555228_10151307606683647_945319602_n

Artinya :

apabila kamu belum mampu memberi manfaat maka janganlah kamu memberi madhorot (kerusakan)

apabila kamu belum mampu membuatnya bahagia maka  janganlah kamu buat dia bersedih

apabila kamu belum mampu selalu berada disampingnya maka janganlah kamu acuhkan dia

apabila kamu belum mampu bahagia dengan kebahagiaannya maka janganlah kamu hilangkan kebahagiaanya (dengan sifat iri dan dengkimu)

apabila kamu belum mampu memujinya maka janganlah kamu menghinanya

KETAHUILAH

sesungguhnya dalam dirimu itu terdapat hak-hak manusia yang lain

maka berlemah lembutlah terhadap sesama manusia

jadikanlah kasih sayangmu menyelimuti seluruhnya

janganlah engkau buat hatimu jadi angkuh, perasaanmu jadi keras dan hatimu jadi batu

maka berkasih sayanglah!!!

sesungguhnya orang yg berkasih sayang itu akan disayangi oleh Allah

Lambat dalam Shalat = Lambat dalam Proses Hidup (by facebook)

Siapa yang terbiasa melambatkan shalat jangan salahkan bila Allah memperlambat juga proses hidupnya !!!

Nikah….dapat pekerjaan….dapat keturunan….dapat hidayah…..dapat rezeki……..akan diperlambat dan dipersulit juga oleh Allah.

Al Hasan al Bashri mengatakan: “Kalau shalat saja remeh dalam perasaan mu apa lagi yang akan berharga di hadapan dirimu???”

Sejauh mana baiknya shalatmu sejauh itu pula hidupmu akan lurus.

Apakah anda tidak tahu bahwa shalat itu selalu disertai oleh kesuksesan….

Mu’adzin memanggil dengan kalimat:

“حيّ على الصــــــــلاة…حيّ على الفـــلاح”

“Marilah melakukan shalat….Marilah menuju kesuksesan”.

Bagaimana mungkin anda meminta bimbingan, kesuksesan, kebahagiaan, kasih sayang dan rahmat dari Allah, sementara anda tidak mau memperkenankan panggilan-Nya.

Imam Syahid Hasan al Banna berkata: “Berdirilah untuk melakukan shalat ketika mendengar panggilan muadzin bagaimana pun kondisimu pada waktu itu”.

Ayolah, bukakan hati untuk segera memenuhi panggilan Ilahi ketika adzan berkumandang.

Quumu ila shalatikum, yarhamukumullah.

Menjauh dari maksiat??? Pasti bisa!!! (by facebook)

Seorang pemuda mendatangi seorang Syekh dan bertanya kepadanya: “Aku seorang pemuda yang masih belia, keinginan ku banyak. Aku tidak bisa menahan diri untuk memandangi perempuan yang lalu lalang di jalan dan di pasar. Apa yang harus aku lakukan?”

Lalu Syekh memberinya sebuah gelas yang berisi penuh dengan susu. Ia menyuruh pemuda itu mengantarkannya ke suatu tempat yang mesti melalui pasar, dengan syarat susu itu tidak boleh tumpah sedikitpun. Di samping itu, Syekh mengutus salah seorang muridnya untuk mendampingi pemuda tadi di jalan. Ia ditugaskan memukulnya di hadapan orang banyak bila ada susu yang tumpah.

Kenyataan, susu itu sampai ke tempat yang di tuju tanpa tumpah sedikitpun.

Setelah itu Syekh bertanya: Berapa perempuan yang kamu lihat di sepanjang jalan tadi?

Pemuda itu menjawab: Syekh, aku tidak melihat sesuatupun di sekitarku. Aku hanya ketakutan akan kena pukul dan dipermalukan di depan orang banyak apabila ada susu yang tumpah.

Syekh berkata: Begitulah keadaan orang mukmin…Seorang mukmin takut kepada Allah dan takut akan dipermalukan di hari Kiamat nanti apabila ia melakukan maksiat…

Seperti itu lah orang-orang mukmin, mereka memelihara diri dari melakukan maksiat. Selalu konsen mengingat pertanggungjawaban yang berat di akhirat kelak.

Ya Allah berilah kami kekuatan untuk meninggalkan segala maksiat, baik kecil maupun besar. Jauhkan kami dari fitnahan yang akan menggoncang keimanan kami.